Dear Bunda,
Sekarang lanjut ke pulang kuliah. Pada masa-masa awal kuliah, biasanya jam kuliah sampai siang atau sore. Setelah jam kuliah habis biasanya menghabiskan waktu sejenak berkumpul dengan teman-teman. Dari sekedar duduk-duduk hingga mengerjakan tugas. Namun biasanya aku pulang sore. Pada kebanyakan kasus aku selalu pulang via UKI dan tak pernah lewat rambutan.
Mulai sekitar semester 3 aku mulai mengajar privat. Berhubung banyak senior yang mengajar privat dan UNJ terkenal sebagai kampusnya calon guru, banyak lembaga bimbel yang membuka lowongan. Aku mendaftar di Nurul Fikri. Seperti melamar pekerjaan pada umumnya aku harus menyiapkan CV dan mengirim surat lamaran. Akhirnya aku diundang wawancara.
Bimbel privat Nurul Fikri memiliki 2 pengurus. Satu orang bernama Pak Aziz. Dia admin divisi privat. Dia yang mengurus masalah perduitan setiap akhir bulan. Satu lagi aku lupa namanya. Si bapak ini juga adalah pengajar veteran di privat. Pada saat test dan wawancara pengajar baru dialah pewawancaranya.
Aku masih ingat hingga hari ini saat aku wawancara dia menggunakan kacamata hitam. Ternyata dia sedang sakit mata. Wawancara pun dimulai dari pertanyaan-pertanyaan standard. Salah satu pertanyaan yang lama aku menjawabnya adalah saat ditanya kelebihan dan kekuranganku. Aku tak tahu harus menjawab apa. Apalagi itu adalah wawancara kerja aku yang pertama. Bahkan sampai aku ditinggal ke WC untuk diberi waktu berpikir. Akhirnya aku jawab sebisaku. Kemudian dia pun memberikan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Bagian kedua adalah micro teaching yaitu simulasi mengajar. Dia berperan sebagai murid dan aku sebagai guru. Materi yang aku bawakan pada hari itu adalah Fisika. Aku lupa bab apa. Aku menjelaskan sambil menulis di whiteboard. Sesekali dia akan bertanya sebagai murid. Akhirnya selesailah test pada hari itu.
Selang beberapa hari kemudian jika tak salah aku ditelpon dan diterima sebagai guru privat. Aku disuruh menunggu untuk mendapatkan murid. Biasanya alokasi murid berdasarkan lokasi, waktu dan preferensi kita. Dari lembaga privat akan menawarkan, jika lokasi dan waktu cocok maka kita bisa mulai mengajar. Murid pertama aku adalah seorang anak SD kelas 3 atau 4. Kaget juga aku mendapat murid SD sebab aku lebih mengharapkan SMP atau SMA. Aku sempat benar-benar nervous menjelang mengajar pertama ini karena aku tak tahu harus bagaimana.
Nama murid pertamaku ini adalah Bangkit. Bapaknya nampaknya anggota legislatif, entah DPRD atau DPR. Rumahnya sangat besar, di ruang tamu banyak foto-foto si ayah dengan baju kuning kebangsaan golkar di mana-mana. Namun sayangnya dia nampaknya kurang bisa mendidik anak. Bangkit adalah anak yang sangat susah di ajar. Hampir tidak ada keinginannya untuk belajar. Namun aku coba bersabar beberapa bulan mengajar. Pernah satu waktu ketika jadwal les kita, tiba-tiba ibu dan saudara-saudaranya ingin berangkat ke mall. Seketika itu juga dia tak mau les dan ikut ke mall. Akhirnya aku cuma bisa pulang ke rumah. Aku lupa bagaimana perhitungannya aku pada waktu itu, apakah dibayar les atau tidak.
Sejak dimulai dari mengajar Bangkit, aku semakin agresif mengambil jadwal mengajar. Tujuannya adalah agar bisa mulai menabung. Namun aku tetap berusaha menempatkan kuliah di prioritas utama. Ada masanya ketika aku merasa sedih, selesai jam kuliah aku harus langsung ngacir ke rumah murid, sementara teman-teman yang lain masih bisa nongkrong bareng dan berkumpul bersama-sama. Saking agresifnya aku bahkan pernah sampai mengajar di hari sabtu. Di sabtu aku bisa mengambil 2 atau 3 tempat mengajar. Sementara senin sampai jumat pernah ada waktu ketika mengajar hampir setiap hari.
Salah satu momen berkesan juga yang aku ingat, aku pernah mengajar 2 sesi di daerah klender setelah maghrib. Aku baru selesai mengajar jam 9 lewat. Lewat jam 9 tak ada lagi angkutan umum yang lewat situ. Aku harus berjalan sekitar 2 atau 3 km untuk tiba ke tempat metro mini masih ada. Ketika dapat metro mini, perjalanan ke rumah hampir 3 jam di malam itu. Tiba-tiba hujan, banjir dan macet di mana-mana. Aku sampai rumah lewat dari jam 12.
Pada awal mengajar di Nurul Fikri, murid harus membayar 50.000 per sesi yaitu 90 menit. Dari 50.000 itu hanya 50percent yang masuk ke kantong pengajar. Sisanya harus disetor ke Nurul Fikri. Namun murid tetap membayar melalui aku. Setiap akhir bulan aku akan setor ke kantor Nurul Fikri berdasarkan absen les yang ditandatangani siswa. Hari gajian.
Dari semua murid yang pernah aku ajar, Dimas dan Dwiki lah yang paling berkesan dan lama diajar. Dua orang kakak beradik ini memang punya motivasi yang kuat untuk belajar. Lalu meski dari keluarga cukup kaya namun kedua anak ini tetap sederhana. Di akhir-akhir semester aku semakin mengurangi beban mengajar di Nurul Fikri karena beban kuliah pun semakin banyak. Alhamdulillahnya orang tua Dimas menawarkan untuk mengajar langsung tanpa melalui Nurul Fikri. Aku mengajar Dimas sejak kelas 1 SMP hingga ia lulus SMA. Gaji terakhir aku pada waktu itu adalah 100.000 per sesi. Aku masih mengajar hingga setahun lulus kuliah. Saat sudah kerja aku hanya mengajar hari Sabtu dan Minggu. Aku baru full berhenti mengajar ketika mulai kerja di NFS. Mungkin merasa sudah capek dan gaji pokoknya sudah lumayan cukup.
PS: I love you
No comments:
Post a Comment