Dear Bunda,
Aku pengen rewrite dan menambah beberapa komen sendiri dari sebuah tulisan mengenal long distance marriage. Long distance marriage suck. Agak menohok memang. Namun jika ada yang bilang sebaliknya mereka artinya 1. Bohong atau 2. Delusional. Delisional di sini artinya keyakinan yang dipegang kuat namun tidak punya dasar. Namun ada sedikit hal positif juga dari situasi ini.
Pertama melatih kemampuan komunikasi. Meski pada faktanya sering kali hal ini berjalan jauh dari mulus. Secanggih-cangginya teknologi saat ini tak ada yang bisa menggantikan eksistensi fisik suami atau istri di dekat kita. Layar laptop itu virtual. Ekspresi di skype pun terkadang terasa hampa dan seringkali bisa salah arti juga. Text di messaging itu juga sangat ambigu dan terkadang bisa memancing salah intrepretasi yang fatal. Contohnya: lama respon message bisa dinterpretasikan sebagai ignorance. Statement yang tak direspon bisa diinterpretasikan sebagai tak menarih perhatian. Suara di telpon dan voice note pun tak lengkap. Telpon yang tak diangkat bisa membuat perasaan sebal meski padahal bisa jadi karena ada halangan yang nyata. Manusia punya lima indera dan memenuhi interaksi hanya dengan sebagian dari indera tersebut adalah sangat menyebalkan. Melihat dari keterbatasan tersebut kita benar-benar harus pintar-pintar berlatih komunikasi yang efektif. Bukan sekedar komunikasi bisa. Namun komunikasi dari hati ke hati.
Kedua adalah mencoba saling bertoleransi pada mood masing-masing pasangan. People get cranky when they stress (well maybe not all people, but mostly) and can act in stupid way. Dan dalam hal ini aku berusaha lebih bisa menyiasati stress agar tak berlaku bodoh lagi. Aku juga selalu berusaha untuk bisa benar-benar mampu memelihara mood baik.
Summary berikut adalah analisa yang aku buat sendiri. So benarkah long distance marriage is suck? Yes! Absolutely! IT SUCK, IF ONLY dua poin tadi tidak dijaga. Namun jika sudah berkomitmen sejak awal dan berusaha menjaga 2 hal tadi dalam keseharian kita, LDM bisa menjadi sangat indah juga. Bahkan jauh lebih indah dari pernikahan biasa. Sebab dengan menjalani proses ini kita harusnya bisa lebih menghargai nilai kebersamaan. Suatu hal yang tidak kita punya saat ini. Semoga kebersamaan itu bisa kita capai dalam waktu dekat.
Surat ini bukan bermaksud sebagai penggalau hati. Sejak awal kita toh sudah berkomitmen untuk menjalani ini. Sejak awal juga kita sudah cukup sadar terhadap setiap konsekuensi yang mungkin muncul. Meski terkadang sih konsekuensinya ternyata jauh lebih signifikan dari yang dibayangkan pada awalnya. Last note, setiap kejadian itu ketetapan Allah. Harus selalu disyukuri pahit dan manisnya. Setiap kejadian juga selalu mengandung hikmah yang indah. Kita baru sadar hikmah tersebut ketika sudah menjalani ini semua dan menengok ke belakang dengan tersenyum (seperti yang sering bunda bilang).
Surat ini adalah sebuah curahan hati. Aku mencintai bunda tanpa prekondisi apa pun. Aku mencintai bunda apa adanya. Meskipun terkadang mood aku sering berganti-ganti namun aku selalu cinta kamu. Jangan pernah menjadi sungkan dan merasa dibatasi dalam hal-hal yang kamu jalani saat ini. Sebuah text message pendek dari bunda akan selalu bisa membuat aku tersenyum sambil menahan rindu yang sebenarnya tak tertahankan. Semoga pernikahan kita terjaga abadi selamanya dalam keberkahan dan rahmat Allah serta dapat mmencapai rumah tangga yang samara. Semoga kita bisa berkumpul lagi dalam waktu dekat, tanpa terpisah-pisah lagi. Semoga kita bisa selalu belajar dari setiap hal yang kita alami, untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga bunda selalu diberi kelancaran dalam aktivitas menuntut ilmu yang dijalani.
Unconditional Love is love without demanding anything. It is love without if.
PS: I love you
No comments:
Post a Comment