Dear Bunda,
Pernikahan itu adalah ikatan. Ikatan lahir dan batin. Fisik dan mental. Raga dan jiwa. Pernikahan itu harus diawali dengan cinta. Meski sekedar suka dengan paras dan terutama akhlak saat taaruf. Dengan dasar itu ikatan jangka panjang akan lebih mudah lancar untuk dimulai. Meski dalam kasus tertentu ada juga pernikahan yang diawali tanpa cinta. Misalnya perjodohan. Atau orang yang melakukan taaruf yang fundamentalis benar-benar tanpa pacaran. Namun pada kebanyakan kasus semua biasa diawali dengan cinta. Mencari persamaan dan memahami dengan mendalam konsekuensi perbedaan yang mungkin muncul.
Pernikahan itu bukan sekedar mencari persamaan. Namun lebih kepada menyiasati perbedaan dengan tujuan untuk lebih mengokohkan lagi ikatan pernikahan. Secara mendasar laki-laki dan perempuan itu sudah beda. Beda secara fisik. Wanita itu kulitnya lembut dan laki-laki lebih kasar. Perempuan suaranya halus seperti anak-anak sementara laki-laki suaranya berat. Perempuan badannya gemulai dan laki-laki biasanya kekar.
Perbedaan akan semakin kentara lagi dalam tataran watak. Setiap manusia, bahkan saudara kembar sekali pun akan mempunyai watak yang tak sama. Tergantung di mana ia dibesarkan. Bagaimana ia dididik. Dengan siapa ia bergaul. Namun, berbeda dengan kondisi fisik yang cenderung permanen, watak adalah sesuatu yang bisa dirubah dan diperbaiki.
Memutuskan menikah itu adalah pilihan besar. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan idealnya harus meminta nasehat dan petunjuk dari Yang Maha Tahu. Sarananya istikharah. Itulah yang hubby banyak lakukan sebelum kita menikah. Dengan berjalannya waktu hubby mengumpulkan keyakinan bahwa bunda adalah sosok yang paling tepat untuk dipersunting menjadi istri. Hubby pun merasa ketika bunda menerima proposal hubby artinya bunda sudah mencapai keyakinan yang sama dengan hubby, bahwa bunda yakin hubby yg terbaik. Dengan keyakinan tersebut artinya kita harus berkomitmen penuh menerima segala kelebihan dan terutama memaklumi sambil menasehati kekurangan pasangan kita.
Bunda, hidup ini belajar. Aku ingin terus belajar bersama bunda. Aku juga ingin berusaha belajarnya tanpa harus melalui situasi yang tak mengenakan. Aku ingin belajar menjadi lebih dewasa. Lebih bijak. Lebih shaleh. Lebih lembut. Lebih sabar. Seperti yang aku bilang dalam surat kemarin.
Enam bulan itu adalah usia yang masih sangat muda untuk sebuah pernikahan. Namun kita sudah melakukan banyak hal bersama. Kita pernah tinggal seatap bersama. Kita juga sudah tinggal berjauhan 2 bulan ini. Bunda selalu memberikan banyak hal manis. Aku terkadang seringkali membawa kesedihan di hati bunda. Aku menyesal sayang. Aku benar-benar menyesal tak tahu diri banyak menuntut namun tak sadar diri bahwa aku tak banyak melakukan hal yang dapat membahagiakan bunda.
Aku tak sekedar ingin menjadi suami abadi bunda, namun aku ingin menjadi suami abadi untuk bunda yang juga bisa abadi membahagiakan bunda. Membawa senyum di setiap pagi. Membawa ketenangan saat saling mengingat. Membawa kerinduan saat jauh. Membawa rasa tentram saat dekat. Pernikahan terkadang akan menghadapi cobaan. Namun aku tak mau menjadi sumber cobaan tersebut. Aku hanya ingin menjadi sumber kebahagiaan untuk bunda.
Maafkan aku yang belum bisa membahagiakan bunda. Ijinkan aku untuk bisa belajar untuk selalu membahagiakan bunda.
Salam rindu dari suami untuk istri terbaik di dunia. Insya Allah kita akan bertemu beberapa minggu lagi, sebelum lebaran. Di mana pun itu, tempatnya biar Allah yang menentukan. Aku ingin menjadi suamimu selamanya dalam ikatan pernikahan yang indah dan barakah.
PS: I love you
No comments:
Post a Comment