Dear Bunda,
Pertama ayah mau mengucapkan berzillion maaf sudah benar-benar khilaf menulis email pagi ini. Biasanya di Singapura ayah menulis email sebelum shubuh, atau ba'da shubuh, saat di bus 67 di perjalanan dari Farrer Park ke Technopark at Chai Chee. Ada kalanya juga, saat sedang libur, ba'da shubuh suka mengantuukk banget. Jadi baru menulis email siang harinya. Namun biasanya ayah selalu mengirim surat sebelum bunda bangun.
Hari ini ba'da shubuh ayah sangat mengantuk. Sehingga tidur cukup pulas dan bangun beberapa kali untuk ke kamar kecil. Saat bangun pagi akhirnya ayah tadi menelepon penerjemah, memeriksa dokumen-dokumen studi, menelepon mandiri menanyakan prosedur buka rekening dan barusan menelepon BCA untuk convert transaksi tiket lion kemarin menjadi cicilan. Sebab jika tidak diconvert akan sangat memberatkan cashflow kita. Nah karena terlalu sok excited mau buka rekening dan belanja baju ayah benar-benar khilaf. Maafkan ayah ya sayang. Tak ada sedikitpun ketidakistiqamahan yang disengaja.
Siang ini (pagi waktu Ilmenau) ayah benar-benar ingin memanjatkan puji syukur yang tak terkira. Ayah masih ingat jelas kemarin saat sampai Jonggol dan menerima email dari kominfo betapa rasa hati bahagia tak terkira. Pada saat yang sama, ayah masih mengingat jelas juga, betapa ayah sempat desperate terhadap status seleksi beasiswa kominfo ini. Apalagi bunda ingat betul kan bahwa dokumen beasiswa ayah tidak lengkap. Namun dari itu semua, ayah jadi ingat status facebook bunda beberapa waktu lalu. Yang kira-kira isinya, Jika Allah menginginkan sesuatu untuk terjadi, maka pasti akan terjadi. Demikian juga ayah masih mengingat betapa banyak bunda terus menyemangati ayah. Dengan cerita rajutan dan support yang tak pernah berhenti. Di saat yang sama ayah merasa malu, betapa ayah belum bisa sebaliknya mensupport bunda. Ayah malah lebih banyak membuat bunda susah hati dan sedih. Ayah juga malu dengan berjalannya waktu ayah semakin terlihat sebagai pria lemah di mata bunda. Ayah agak mudah menyerah dan terkadang mudah untuk hampir putus asa. Namun ayah ingin belajar untuk menjadi lebih baik lagi.
Jika boleh mengkhayal, ayah tak sabar untuk segera bertemu bunda di Jerman Oktober ini. Seperti ending surat yang selalu ayah tuliskan di setiap surat. Tunggu aku di Jerman, beberapa bulan dari sekarang. Meski terkesan kalimat yang datar, namun ayah menulis itu dengan hati dan pengharapan yang besar. Untuk bisa berkumpul dengan istri tercinta, belajar bersama-sama, bertualang berdua dan merajut mimpi. Jika harap itu gratis dan doa itu tak perlu membayar, aku ingin selalu menaruh harap. Aku juga akan belajar untuk tidak pernah kecewa saat terkadang harap tak selalu instan sama dengan kenyataan dan doa tidak diijabah seketika. Aku ingin belajar untuk selalu tawakal dan ikhlas atas ketetapan Allah. Aku juga ingin terus bisa belajar dan berupaya bisa selalu membahagiakan istri aku.
Jika harap itu gratis dan doa itu tak berbayar, aku ingin bisa berhaji beberapa bulan dari sekarang bersama bunda. Tunggu aku di Jerman dalam waktu yang sangat dekat. Ayah mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk semua hal yang sudah bunda lakukan untuk ayah. Ayah juga akan berusaha untuk melakukan apa pun untuk bunda.
Bunda maafkan ayah benar-benar khilaf untuk email hari ini. Ayah sayang bunda.
PS: I love you
No comments:
Post a Comment