Dear wifey,
Semalam saat jalan pulang aku melihat bulan sabit. Langitnya tidak terlalu cerah, namun bulan nampak terlihat jelas. Saat mengingat langit aku jadi teringat beberapa momen.
Dulu saat kita belum menikah saat kita mulai sering telponan, pernah satu waktu aku telponan dengan wifey di tempat kos lama di sudirman sebelum aku memutuskan pindah kos agar bisa lebih dekat dengan (calon) wifey pada waktu itu. Aku menelpon di balkon sambil menatap langit. Pada waktu itu kita berbicara lama sekali. Mengobrol banyak hal. Terkadang sambil memuntir-muntir rambut dengan jari disertai muka merah jambu menikmati indahnya jatuh cinta yang tak akan pernah padam. Kemudian, sebelum wifey datang ke Singapura aku juga pernah melihat bulan purnama yang sangat sempurna. Setelah wifey sampai Singapura kita pun bercerita melihat bulan yang sama. Lalu terakhir, pada waktu itu Yang terbaru adalah terakhir kali kita pulang ke Jonggol sebelum wifey berangkat ke Jerman. Pasti kamu ingat padda waktu itu seturun dari angkot dan jalan ke rumah lepas tengah malam, langit cerah sekali dan jutaan bintang berkelip-kelip sangat jelas dengan indah.
Dulu aku sering percaya jika kita merindukan seseorang pandanglah langit. Sebab jika dia merindukan kita juga mungkin dia juga akan menatap langit. Hanya saja saat dulu kita akan menatap langit yang sama. Sekarang tidak. Saat aku melihat bulan mungkin wifey melihat matahari yang agak terik. Saat aku melihat awan putih di siang yang cerah dan teringat Cloud and Sheep mungkin wifey sedang melihat bintang dari jendela kamar.
Langit terkadang menjadi representasi sebuah mimpi. Gantungkanlah mimpimu atau cita-citamu setinggi langit. Begitu kata orang banyak. Setelah menikah dengan wifey aku sering mendapat banyak tambahan motivasi atas mimpi-mimpiku meski sebenarnya aku sudah mendapat mimpi terbesarku: wifey. Wifey itu ibarat salah satu bintang terterang di langit yang cerah. Selalu memberi inspirasi dalam kelembutannya. Insipirasi tersebut selalu membuat aku akan berusaha menuju ke langit menggapai mimpiku yang lain.
Langit pun terkadang menjadi representasi tempat kita kembali. Ya kita memang akan kembali ke kubur. Namun bukankah orang yang baik akan masuk ke surga? Aku tak tahu surga di mana, namun sepertinya di atas sana. Tak terjangkau akal manusia yang terbatas. Salah satu doa yang mulai sering aku panjatkan adalah agar kelak, kita bisa bergandengan tangan saat masuk ke surga dan kita mempunyai kemampuan memberikan syafaat orang tua kita.
Tunggu aku di salah satu kota di Eropa beberapa bulan dari sekarang di mana kita akan bergandungan tangan berjalan bersama mendatangi tempat-tempat yang indah.
PS: I love you
Ditulis di Rabu pagi yang indah di dalam kamar kosong sendiri.
No comments:
Post a Comment